Setiap orang tentu mempunyai gaya dalam melampiaskan pikirannya dalam tulisan. Akhir-akhir ini saya menyadari ternyata saya mencintai beberapa penulis di media massa ataupun penulis bebas di dunia maya.
Saya teringat, dari dulu di milis Apakabar, saya senang membaca tulisan bebasnya si Hasan "Proletar" Basri. Pria berdarah Minang kelahiran kelahiran Jakarta ini, termasuk suka melayangkan tulisan yang bernada pedas mengkritik pemikiran-pemikiran Islam. Walau begitu, pria yang minggat ke Amerika lalu kawin dengan betina bule yang bernama Vicky ini tetap mengaku sebagai Muslim. Terkadang banyak warga muslim yang sempat membaca tulisannya bagai luka kesiram cukai. Dia berani mengkritik sampai ke prihal yang relatif tabu diperdebatkan. Banyak memang isi tulisannya yang membuat muka merah menahan amarah, tatkala membacanya. Tapi, saya sendiri menghargai pemikirannya, walau bukan berarti setuju dengan semua prinsif yang dia pegang. Tulisannyapun enak dibaca, bahkan terkadang sedikit kocak. Demikian banyak yang mencap-nya sebagai musuh dalam selimut. Tapi sekali lagi, saya menghargai ketulusannya dalam membeberkan isi hati, tampa dihantui oleh kemungkinan reaksi pro-kontra yang selalu membanjir.
Di harian Fajar, ada kolom-nya Rahman Arge. Wartawan senior ini juga termasuk jenius memaparkan pemikiran dalam tulisan. Saya termasuk pengagum tulisan-tulisannya. Sayang, akhir-akhir ini saya harus puasa menikmati karya penanya. Di Fajar Online terutama setelah web site-nya direnovasi, tulisannya tidak pernah terlink lagi. Padalah sabang hari saya mengecek, karena memang selalu menantikan adanya tulisan barunya. Lagi-lagi tulisan-tulisan Rahman Arge, enak dibaca buat kalangan pembaca kelas teri semacam saya. Tidak ada penjelasan yang bertele-tele, soq cendekia, yang justru menggiring pembacanya ke alam kebingungan.
Di Majalah Gatra versi Online, ada Widi Yarmanto, yang juga punya kolom sendiri. Tulisan terbarunya selalu nongol setiap awal pekan. Saya sampai ketagihan, dan selalu menantikan tulisannya setiap pekan berganti. Untaian kata-katanya gampang dan enak dibaca. Lebih memfokuskan diri pada aspek moral dalam berkehidupan. Dan yang utama adalah, keluasan cakrawala berfikirnya mengesankan dirinya berotak jauh di atas orang kebanyakan. Lebih dari itu, nilai-nilai moral yang dianutnya termasuk golongan kelas wahid di tengah pertarungan memperebutkan kedudukan dan harga diri dalam realita kemasyarakatan yang bermoral acak-acakan di hamparan bumi persada yang berlabel NUSANTARA ini.
Siapa penulis idola anda?(AF, Yokohama)