Type Manusia

Beberapa tahun yang lalu, ada seorang teman yang mengklasifikasikan type dasar manusia berdasarkan region tempatnya berkomunitas. Type pertama adalah golongan yang suka ngomong dan suka kerja. Type ini diidentikkan dengan ras kulit putih di Amerika dan Eropa. Adapun etnis type kedua adalah kebalikan dari type pertama. Tidak suka ngomong dan malasnya juga tiada ketulungan. Etnis kulit hitam di Afrika sana menempati type kedua ini. Rumpun mata sipit mongoloid, terutama Jepang dicap sebagai golongan type ketiga, sedikit protes(bicara) banyak kerja.
Yang paling parah adalah golongan terakhir, banyak bicara malas kerja. Dan ternyata type ini didominasi oleh rumpun Asia tenggara terutama masyarakat Indonesia. Kita memang tidak bisa menapikan letter ini. Dikala kita dalam perjalanan berkeliling di Jakarta, akan nampak begitu banyak anak muda yang nongkrong di pinggir jalan, di depan rumah. Belum lagi kalau kita mengamati ke daerah-daerah, bahkan ke desa-desa. Kecendrungan ini akan makin tampak. Suatu pemandangan yang tergolong sulit disaksikan di negara-negara maju. Betapa banyak waktu yang terbuang percuma hanya untuk ngobrol ngalor-ngidul tiada karuan.
Sejak sekitar 10 tahun yang lalu, pemerintah lewat depnaker, mengirimkan beribu-ribu tenaga-tenaga mudanya mengikuti kegiatan "magang" di perusahaan-perusahaan skala menengah-kecil yang tersebar di seluruh penjuru Jepang. Program pemerintah ini memang termasuk bagus untuk ukuran saat ini. Pemerintah Indonesia bisa menyalurkan untuk sementara sedikit angka penganggurannya. Sementara perusahaan Jepang-pun gembira dengan pasokan tenaga murah yang bisa ditempatkan di bagian-bagian yang kurang diminati oleh tenaga lokal. Keluhan yang banyak terdengar dari para tenaga-tenaga magang itu adalah susahnya menyesuaikan etos kerja dengan tenaga lokal. Karena memang kebiasaan hidup santai di masyarakat kita, sangat tidak berlaku di pabrik-pabrik Jepang. Kebiasaan bergerak lunglai kayak jalan pasangan pengantin, tidak mungkin bisa ditolerir oleh atasan di tempat kerja. Banyaknya keluhan ini, bisa menjadi parameter, bahwa kita memang layak menyandang type manusia keempat.
Lalu, type mana yang terbaik, juga tidak gampang disimpulkan. Barometer unggul-terbelakang type manusia memang berdimensi banyak. Dan yang utama, bahwa tidak ada yang sempurna selagi masih berstatus sebagai mahluk. Akan tetapi, bukankah agama juga mengajarkan bahwa Allah tidak menilai apa yang kita katakan, melainkan apa yang kita telah perbuat. Tidak melihat setinggi apa ilmu yang kita punya, akan tetapi seberapa banyak karya nyata yang telah kita implementasikan dari ilmu yang kita punya. (AF, Yokohama)

HermanLaja.COM