Malam kemarin, partai Australia melawan Jepang membuahkan hasil akhir, 3-1 untuk tim Socceroos. Terutama di babak kedua, permainan kesebelasan Negara matahari terbit ini bagai ikan air tawar yang dicelupkan di tengah laut...., klepak-klepok....., bernafaspun kesusahan, sama sekali tiada berdaya. Satu-satunya gol yang berhasil disarankan pasukan Zico ini pun berbau "ilegal", mengundang banyak kontropersi.
Tim Jepang seakan mengikuti nasib tim Asia lainnya yang lebih dulu bertanding, Iran. Bisa sedikit unjuk gigi di babak awal, akan tetapi setelah istirahat selama 15 menit, giginya sudah seperti dicabuti semua, jadi ompong.
Seusai pertandingan, Zico malah menyalahkan anak asuhannya. Padahal semestinya dialah yang harus bertanggung jawab atas kegagalan tersebut. Zico dan Hiddink, pelatih Tim negeri kanguru itu, bisa diibaratkan bumi dan langit manakala membandingkannya sebagai seorang pemain. Zico bahkan sering dijuluki pele putih, dan sepak terjangnya dalam membela tim samba di masa aktif-nya memang menyisakan banyak kenangan indah bagi pendukung tim berkostum warna kuning tersebut. Sementara Hiddink, hampir tidak pernah kedengaran namanya disebut tatkala masih berstatus sebagai pemain bola. Tapi dalam urusan melatih, nama Hiddink bukanlah nama yang biasa-biasa. Grade Zico dan Hiddink bisa jadi berbalik, bagai langit dengan bumi, Hiddink sebagai langitnya sementara Zico sebagai buminya.
Kekerdilan Zico sebagai pelatih, bisa juga dilihat dari ucapannya yang "menyalahkan" panasnya cuaca membuat pasukannya cepat keder. Masih lebih "gentle" ucapan Hiddink, "Di akhir pertandingan keadilan akhirnya bisa ditegakkan di laga ini. Saya pikir wasit harus bersukur atas hasil ini,". Tidak menyalahkan siapa-siapa, tapi ucapannya punya makna yang sangat dalam.
Zico, sebagai pelatih memang disamping belum berpengalaman, juga tidak pernah menunjukkan terobosan-terobosan yang bisa membuat pecandu bola di negeri sakura itu bisa lega. Ke-loyal-an petinggi sepakbola di negeri itu untuk tetap meletakkan Zico sebagai pelatih National Team, lebih dikarenakan bayang-bayang kebesaran Zico tatkala masih jadi pemain. Padahal banyak mantan pemain ternama yang tatkala jadi pelatih justru tidak membuahkan hasil yang signifikan. Dan sebaliknya banyak pelatih terkenal yang justru pada masa aktif-nya tidak begitu menonjol. Gus Hiddink adalah salah satunya. Maka wajar, kalau banyak negara memburunya untuk diangkat menjadi pelatih tim nasional. Tapi, Hiddink memilih tim Rusia sebagai obyek kreasinya selepas piala dunia ini.
Setelah tangan emas Hiddink bisa memoles Korsel jadi mengkilap di Piala Dunia yang lalu, kini Australia yang dapat giliran. Dan yang jelas, semua orang harus siap menerima Socceroos menari di piala dunia kali ini. Terlepas, rela atau tidak.