Keinginan or Keharusan

Anda mungkin pernah ada pikiran, "Si A enak banget yah. Bisa bekerja sesuai dengan hobby-nya". Pikiran itu sih, benar-benar saja, walau tidak 100% benar.

Orang yang bekerja sesuai "hobby"-nya sekalipun tidak ada jaminan orang tersebut enjoy dengan pekerjaannya, seperti yang orang lain bayangkan. Karena dunia kerja memang terkadang tidak sama dengan dunia hobby. Dan kenyataan itu mayoritas.

Dunia kerja adalah dunia yang penuh tekanan. Mau tak mau itu harus dimaklumi terutama buat mereka yang berkeinginan kerja secara profesional. Stress adalah makanan sehari-hari. Tinggal tergantung kepada diri sendiri, bisa me-manage rasa stress tersebut agar menghasil output yang positif atau tidak. Makin lihai seseorang bermain-main dengan stress, makin tinggi level-nya sebagai seorang pekerja profesional.

Dari segi asal-muasal, pekerjaan terbagi atas dua macam yakni, "pekerjaan keinginan" dan "pekerjaan keharusan". Dan relatif lebih banyak justru point yang kedua. Saya mengerjakannya bukan karena punya keinginan mengerjakannya, tapi karena keharusan. Tidak berminat pun kalau sudah menjadi keharusan, memang harus dikerjakan. Dan seperti itulah wajah lingkungan kerja pada umumnya. Kecuali mungkin anda menjadi seorang seniman atau semacamnya yang tidak menuntut bekerja sama dengan orang lain. Tapi golongan yang ber-profesi seperti itu bisa dihitung dengan jari, sangat sedikit. Lebih banyak, kita memang dipaksa untuk mengerjakan sesuatu. Bawahan dipaksa sama atasan, dan orang yang tidak punya atasan bisa jadi dipaksa oleh keadaan.

Pernahkan anda mendengar seseorang yang menginjakkan kaki ke dunia kerja mengeluh karena tidak bisa mengaktualisasikan dirinya? Ternyata apa yang menjadi job des-nya tidak sesuai dengan angan-angan yang nempel di kepalanya saat memilih tempat kerja tersebut? Lalu merasa dihianati? Harga dirinya seakan terinjak-injak? Kesempatannya untuk berkembang dinilai terkebiri? Daya kreasinya bak diperkosa? Belum lagi pride sebagai keluaran universitas ternama dibawa-bawa. Lengkap sudah.

Dunia kerja secara profesional adalah dunia yang menuntut manusia yang serba bisa. Bukan manusia yang hanya bisa ngomong, "Aku bisa di bidang ini, maka beri aku pekerjaan seperti itu!". Apalagi manusia yang hanya bisa ngomong, sementara aplikasinya nol besar. Tapi sudah pasti tidak ada manusia yang serba bisa. Lingkungan kerja-pun maklum akan hal itu. Dengan itupun, secara profesional pekerjaan menuntut setiap individu untuk selalu belajar, belajar dan belajar. Bahkan dalam lingkungan kerja di negara maju seperti Jepang, justru kwalitas belajar tatkala memasuki dunia kerja, jauh lebih dituntut dibandingkan waktu masih berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa. Artinya, di lingkungan profesional, ke-enggan-an belajar identik dengan membuang diri sendiri ke liang kubur. Jadi tuntutan belajar pun bisa jadi sudah berlabel sebuah keharusan. Karena dunia begitu bengis melindas mereka-mereka yang jalan di tempat. Teknologi yang katanya paling canggih kemarin, belum tentu masih bisa terpakai hari ini. Bisa jadi itu tinggal penghias buku-buku pegangan di bangku sekolahan.

Artinya, tatkala berada di lingkungan kerja, tidak ada alasan untuk milih-milih pekerjaan. Dan yakinlah bahwa atasan yang lebih tau, pekerjaan mana yang paling cocok buat anda saat itu. Jangan belum tau apa-apa sudah merasa serba bisa. Karena dunia kerja bukan dunia yang mengedepankan rasa. Logika yang paling dominan jalan. Dan logika tidak mengenal kata "sepertinya". Logika enggan diajak bermain di sekitar kata "kira-kira", "kurang lebih". Karena logika memang hanya bisa diekspressikan dengan angka 0 dan 1, bisa atau tidak. Tunjukkan dengan angka satu bahwa kamu bisa.

Kadang ada juga suara sumbang, "wong aku tidak diberi kesempatan". Tolong dicamkan, lihat ke diri sendiri, dan jangan cuma bisa menyalahkan. Apa anda sudah "lulus tes" di level sebelumnya? Kalau anda bilang, "ahhh.., itu mah kecil!", buktikan, kembali dengan angka satu. Begitulah seterusnya. Dan yakinlah, lingkungan kerja yang profesional, tidak akan rela menekan membernya yang "bisa". Karena sebuah organisasi akan maju karena orang-orang yang menjalankan organisasi itu. Dan kenyataan pun banyak mengajarkan, orang yang bisa menyelesaikan dengan baik hal-hal kecil, kemungkinan besar bisa mengerjakan dengan baik hal-hal yang besar. Sebaliknya pun demikian.

Kembali lagi bahwa dunia profesional, memang kebanyakan menuntut tiap individu untuk sebuah pekerjaan keharusan, dan bukan keinginan. Dan kalau anda malas beradaptasi dengan keadaan seperti itu, berarti dunia profesinal tidak cocok dengan anda. Kalaupun memang kadang ada pekerjaan yang berstatus "keinginan", yakinlah bahwa itu tidak banyak. Dan tatkala sebuah hobby atau keinginan berubah wujud menjadi pekerjaan-pun, kadang akan banyak ikut atribut-atribut sampingan yang berstatus keharusan. Jadi, jangan ngotot sama sebuah keingingan. Karena kalau anda ngotot, akan kembali menampar muka anda sendiri. Apalagi di negara dan zaman yang serba sulit seperti sekarang ini, persaingan terlalu ketat. Ungkapan keenggangan menangani pekerjaan keharusan bisa jadi direspon sama sang atasan, "Kalo gak mau, keluar saja. Masih banyak yang lain lagi antri".

Anda berfikir dunia kerja profesional bengis? Bisa jadi benar. Toh dunia ini memang dari dulu sampai sekarang gak pernah berubah, tetap memakai hukum rimba. Siapa kuat, dia yang menang. Bedanya, sekarang sedikit dipoles sama peradaban, budaya dan etika. Jadi sekali lagi, jangan ngotot sama "keinginan", tapi miliki keinginan untuk mengerjakan pekerjaan keharusan. (af@jkt, 19 Desember 2006)

HermanLaja.COM