Suatu hari, saya dicegat sama bapak pemilik apartemen yang saya sewa. Orangnya sopan, tidak mau memaksa, tapi tegas. Kalau ada yang ingin beliau sampaikan, tanpa ba-bi-bu, X$@;&&6~;+~*. Tapi sekali lagi kalau saya counter pakai senjata pamungkas, "Uang SPP aja belum bayar nih, lagi nunggu kiriman dari kampung"(kalau di bahasa Indonesiakan), maka secepat kilat hati beliau akan luluh, sambil berucap,"OK, deh! Kalau ada kirimannya dibayar yah!"(lagi-lagi kalau di bahasa indonesiakan).
Kalau saya berkunjung ke rumah si pemilik apartemen ini(anggak saja namanya, Saito), dengan senang hati mau ngobrol bareng berlarut-larut sama saya di ruang tamunya sambil nonton TV. Bahkan kadang Mr. Saito masih suka iseng ngomong, "Mo nonton film bokep? Aku banyak koleksi yang bagus-bagus nih!". Aku langsung tangkis, "gak usah Saito-san. Nonton TV aja, ada siaran langsung pertandingan baseball yang lagi seru nih!". Sambil nyantap makanan-makanan ringan yang tiada henti-hentinya beliau keluarkan dari kulkas super gede, tapi model tempo doeloe kepunyaannya itu.
Saya sih suka berusaha memaklumi aja, kalau dia suka nonton film bokep, main pachinko, paling sebagai pelarian rasa kesepian beliau setelah ditinggal sang istri lebih dari sepuluh tahun sebelumnya. Sementara satu putranya tinggal dan bekerja di kota lain, dan seorang putri-nya yang saking cantiknya, kadang bikin saya curiga, jangan-jangan itu gadis bukan berasal dari sperma(maaf) beliau, hampir tidak pernah ada di rumah, kecuali kalo menjelang larut malam.
Saya juga rada gelap, tuh gadis semata wayang biasanya dugem di mana. Dan wajar kalau anak gadis yang berprofesi sebagai perawat di rumah sakit itu laku di pasaran. Akibatnya yah itu tadi, pergaulannya luas nan bebas, dan selalu pulang larut malam, kadang sama teman laki-nya. Teman Banglades yang juga nyewa kamar di sebelahku, karena memang rada-rada playboy, dan PD-nya lumayan tinggi(walau aku juga gak tau, itu PD datang dari mana), suka mengambil kesempatan dalam kesempitan berkunjung ke rumah Mr. Saito, pas sang anak gadis lagi ada di rumah.
Selingan.... Koq saya jadi teringat ama si Torun, teman Bangladesh di sebelah kamarku itu! Dimana dikau berada sekarang? Gara-gara engkau, saya telah berbuat sesuatu hal yang melanggar hukum, kontinyu dalam setengah hari-an penuh. Saya yang tidak punya SIM international karena SIM International keluaran Indonesia, tidak diakui negeri tempat aku tinggal itu, nyetir mobilmu dalam sebuah perjalanan melewati beberapa propinsi. Bila teringat hal tersebut, aku jadi merasa deg-deg-an, kalau saja waktu itu saya ketangkap ama polisi, dengan serta merta akan dideportasi kembali ke bumi pertiwi, Indonesia tanah air beta. :)
Kembali ke cerita tentang Mr. Saito. Yah..., Mr. Saito itu yang pernah saya paksa berdiskusi tentang kebahagiaan itu sendiri.
Saya :Saat ini, moment-moment apa yang membuat anda merasa paling bahagia?
(dalam hati kepikiran, akan dijawab "keberadaan anak gadisnya yang cuantiknya minta ampun itu")
Mr. Saito: tatkala aku main pachinko seharian, dan menang.
Saya : Emang exciting banget yah?
Mr. Saito : Belum pernah coba aja. Makanya sekali-sekali ikut dong, aku ajarin.
Saya : No thank you. Wong saya.., ntuk bayar uang SPP aja yang perbulannya puluhan juta dalam mata uang negara-ku, dah kembang-kempis.
Mr. Saito : Tapi kan sebanding dengan kepuasan bathin yang kita dapatkan.
Saya (sambil kelimpungan mikir) : Oh iya yah. Ngomong-ngomong kalo dirata-ratakan kira-kira menang berapaan seminggu?
Mr. Saito : Wah..., berapa yah. Aku gak pernah ngitung. Tapi bahkan pernah menang sehari(pulang kerja langsung main sampai larut malam) sampai hampir seratus juta-an.(sambil ketawa penuh kebanggaan)
Saya : seratus juta-an? (sambil mata membelalak tidak percaya)
Mr. Saito : Iyah... (masih dengan senyum rasa penuh kebanggaan)
Saya : Emang tiap hari ke pachinko?
Mr. Saito : Nggak juga. Kadang kalo dah kecape'an, aku langsung pulang istirahat
Saya : Jadi kalo dirata-ratain, berapaan perhari menang-nya?
Mr. Saito(sambil mikir): yah... sekitar minus 100.000-an kali?
Saya : Hah..., jadi kalo ditotal dan dirata-ratain masih kalah?
Mr. Saito: iyah lah. Emang tukang Pachinko-nya bego' apa?
Saya : Maksudnya?
Mr. Saito : Kalo bisa menang terus mah, beliau akan bangkrut.
Saya : Tp koq masih suka juga. Dah tau gitu.
Mr. Saito: Karena disitulah letak kepuasan yang aku dapatkan. Salah satu sumber kebahagiaan. Wong itu game koq.
Lalu saya membandingkan dengan aktifitasku yang juga bisa bermakna kepuasan atau kebahagiaan. Saya waktu itu mempunyai beberapa orang anak asuh(pamer nih!). Beberapa orang yang saya biayain kuliahnya di tanah air. Dan saya senang melakukan itu. Karena dengan melakukan itu, saya seakan-akan mendapatkan sebuah kepuasan tersendiri. Jadi anggaran yang dikeluarkan untuk itu memang sudah sebanding dengan kepuasan yang saya dapatkan. Hampir mirif dengan uang yang dikeluarkan oleh mereka yang suka main golf misalnya. Yang kalau dari sudut pandang aku, bisa jadi itu berwujud pemborosan, tapi bagi orang yang mengalaminya, di situ ada kepuasan tersendiri. Ada unsur kebahagiaan tersendiri yang memang saya tidak bisa rasakan mungkin.
Dan kepuasan atau kebahagiaan adalah makanan bathin. Tidak kelihatan secara fisik. Dan tiap-tiap orang punya sumber tersendiri. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu orang rela mengalokasikan anggaran ke sana.
Sumber kebahagiaan bagi saya, belum tentu jadi sumber kebahagiaan buat orang lain. Artinya, ada berjuta-juta sumber kebahagiaan dalam hidup ini. Tergantung kita bisa menikmatinya atau tidak. Oleh karena itu, tatkala anda merasa suntuk, dan serasa dijauhi sama apa yang disebut rasa bahagia itu. Atau sementara hati dalam keadaan gelisah, merasa dalam posisi tidak bahagia, Jangan menyerah! Cari sumber kebahagiaan lain, karena kebahagiaan ternyata tidak hanya datang dari satu sisi kehidupan. (af@jkt, 18 January 2007)