Dalam milis sebuah komunitas, saya pernah "menyentil" seseorang. Akibatnya, terjadi badai(istilah seorang teman) di milis tersebut. Ini salah satu kelemahanku, kalau ada sesuatu yang saya rasa menyimpang dari alam nalarku, kadang saya spontan, "nyelekik". Hati merasa cuek sambil berargumen, "toh tujuanku baik!".
Yang saya kurang begitu suka, kalo "pelajaran" yang pengen saya bagi-bagi itu dijemput laiknya sebuah ancaman agresi militer, saya jadi ikut bingung. Karena kalau sudah begini, biasanya yang keliatan tinggal point-point negatif dari sebuah pesan tersebut. Yang lain pun jadi ikut-ikutan gerah, dan sayapun sudah pasti ikut berkeringat dingin. Dan tatkala yang saya kritik-pun sudah mulai memaklumi kekonyolanku, ada saja bahan yang diangkat oleh member lain menyangkut masalah ini. Di satu sisi ini bagus karena akan semakin memperluas wawasan berpikir masing-masing pembaca. Asal satu, bahwa kita harus dewasa menyikapi itu semua.
Tatkala bola salju masih kecil, saya masih ikut-ikutan menendang bola mental yang mengarah kepada. Namun setelah kelihatan mulai membesar, saya mulai mengaburkan sambil mengamati. Sambil berenung, bahwa secara umum kita masih agak tabu menerima kritikan dengan hanya mengambil baiknya. Ingin memberikan pandangan dan pendapat biar bisa jadi pelengkap. Namun saya pikir, jangan-jangan hal tersebut hanya menjadi alat untuk membela diri, sehingga esensi sharing, dan tujuan berbagi jadi mengabur. Lagian, melihat gelagat arah "diskusi", menampakkan hal yang kurang sehat, sehingga saya berkesimpulan untuk pasif, apalagi bercuil sesuatu yang akan kedengaran meng-counter.
Lalu siapa yang salah dalam case ini? Bisa jadi itu adalah saya, dan mungkin saja pihak lain. Karena sudut pandang berpeluang besar mempengaruhi warna sebuah benda. Demikian juga label benar salah, yang sebetulnya saya sendiri tidak terlalu suka menghabiskan waktu untuk sekedar mencari tahu tentang siapa yang salah dan siapa yang benar. Saya lebih antusias membahas tentang manfaat apa yang bisa diambil dari semua itu. Kalaupun saya berstatus sebagai looser misalnya dalam kasus ini, tidak akan berpengaruh buruk secara signifikan terhadap jalan hidup yang akan saya lalui ke depan. Sebaliknya, saya jadi winner-pun, strata sosialku tidak akan ikut terdongkrak. Intinya saya tidak mengharapkan status kalah-menang.
Yang jelas, saya mendapatkan banyak pelajaran berharga dari kasus ini. Atau minimal, saya diingatkan kembali bahwa sepotong tulang bila dilemparkan ke seekor kambing, berakibat sang kambing akan lari tunggang langgang. Padahal kalau saja sang tulang itu mengarah ke seekor anjing, akan disambutnya dengan suka cita. Artinya kita memang harus lebih bijak dan memandang situasi bila mau berbuat. Niat baik belum tentu berujung baik. Dan pepatah kuno "Lain padang lain belalangnya" , pun masih up to date hingga zaman serba canggih ini. (af@jkt, 1 Pebruari 2007)