Antara Cinta & Kehidupan

Seorang teman "terpukau" dengan judul blog saya, "Antara Akal & Budi, Antara Cinta & Kehidupan". Saya terus-terang tidak tahu, atau memang tidak begitu pengen tahu, apa beliau murni berkeinginan tahu makna judul blog ini atau hanya sekedar jail ingin membedah isi pikiran saya. Dan yang jelas, saya jawab seadanya bahwa saya tidak terlalu mikir susah-susah untuk penggunaan kata-kata ini(dalam hati juga sempat berguman, yang gampang plus simpel aja masih banyak berstatus teori tanpa aplikasi, ngapain mikir yang susah-susah). Jujur, tidak ada arti khusus yang berbau philosofi yang menjadi landasannya, demikian aku berusaha mengelak.

Sang teman terus mengejar, minta penjelasan. Akhirnya, saya mengatakan bahwa kata kunci kedua pasangan kata-kata tersebut, keduanya jalan berbarengan. Akal dan budi harus jalan bersama sembari tetap menjaga "balance" antara keduanya. Dan kedua-duanya sesuatu yang mutlak dibutuhkan dalam kehidupan ini. Budi tanpa akal, tidak akan menghasilkan sebuah kemajuan yang berarti. Peradaban manusia akan stagnant, cenderung jalan di tempat. Sementara akal tanpa budi, sebuah sosok yang sangat menakutkan. Kalau keadaan ini terjadi, hampir pasti peradaban bukan saja stagnant, malah akan mengarah ke sebuah kehancuran.

Ternyata, teman tersebut bisa menerima penjelasan singkat tentang akal dan budi tersebut. Tapi tatkala beliau berlanjut ke pasangan yang kedua, "cinta dan kehidupan", saya mulai bingung mau menjelaskannya seperti apa. Betul bahwa saya punya dasar pemikiran memadukan kedua kata-kata itu, tapi secara jujur saya akui waktu itu, sungguh susah saya mendapatkan racikan kata-kata yang dirasa pas untuk menjelaskannya. Jawaban saya berbau pembenaran, tapi dari pada saya jelaskan dan justru beliau bingung dan sayapun bisa jadi juga ikut tambah bingung, akhirnya menempuh jalan selamat dengan jawaban di atas. Anda harus puas dengan kata-kata kunci "selaras" dan "keseimbangan" saja, demikian saya memohon untuk beliau tidak bertanya lebih dalam.

Menulis Tema Cinta
Terus terang sampai saat ini saya belum bisa mendefinisikan secara gamblang makna "cinta & kehidupan" ini. Saya seakan-akan merasa tiada bisa berkutik, bila disodori tema tentang cinta untuk dijadikan sebuah tulisan. Kepala ini terasa kosong dan bingung harus mulai dari mana. Semoga ini bukan sebuah indikasi, bahwa ternyata di ruang-ruang jiwa yang paling dalam ini, ada semacam trauma terhadap kata-kata cinta itu sendiri.

Inspirasi tulisan sendiri, kadang saya ambil dari coretan sederhana yang sempat terlintas di depan mata. Bisa dari coretan di tembok, kata-kata "mutiara" di bak sebuah truk, atau bahkan kata-kata reklame sebuah produk yang terpampang megah di pinggir jalan dalam kota. Dari situ, kepala ini diajak mikir, menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dan pada umumnya tema tulisan yang ada di blog ini, kebanyakan hal sederhana, yang bisa jadi semua orang sudah tahu, bukan ilmu baru yang membutuhkan penjelasan logika kompleks sebagai unsur pembuktian kebenaran isi.

Cinta & Kehidupan
Kebetulan, hari minggu yang lalu, saya mendapatkan sebuah inspirasi baru dari sebuah lagu lama yang populer di era 80-an,
....
Cinta itu anugerah
Maka berbahagialah
Sebab kita sengsara
Bila tak punya cinta

Rintangan pasti datang menghadang
Cobaan pasti datang menghujam
Tapi yakinlah bahwa cinta itu kan...
Membuatmu
Mengerti akan arti kehidupan
....

Mata ini membelalak terang bak abis ditetesi cairan penyegar mata "Rohto', serasa seperti mendapat ilham. Kepalaku mengiyakan. Mulut tersenyum model setengah sinis dan rasa bangga. Seperti itulah sebenarnya makna "Cinta & Kehidupan" yang tergambar dalam pikiranku. Bisa banyak kata yang mendeskripsikannya, tapi pada dasarnya cinta berhubungan erat dengan kehidupan, jalan bersama dan saling terkait.

Tanpa cinta, kehidupan ini akan menghadapi malapetaka, kehancuran. Semua akan berjalan dengan dorongan keegoan masing-masing. Karena cinta sendiri adalah pilar penopang utama kehidupan ini. Atau bahkan, kehidupan sendiri tidak akan ada tanpa cinta. Sementara cinta tidak ada gunanya tanpa kehidupan. Atau bahkan cinta itu sendiri tidak akan ada tanpa kehidupan, karena memang tempat berpijaknya di kehidupan itu sendiri. Jadi, ketiadaan cinta bukan lagi menyebabkan kehidupan kita jadi sengsara seperti syair di atas, malah kehidupan itu sendiri akan terancam.

Cinta, Nikmatilah!
Menyontek bait-bait lagu di atas, sebuah cinta patut kita syukuri, karena memang itu adalah sebuah anugerah. Yang Kuasa-lah yang memberikan rasa cinta itu. Jadi cinta bukanlah sesuatu yang harus diberangus, dilawan, bagaimanapun bentuknya sepanjang cinta itu murni, karena cinta itu pada hakekatnya mulia. Kita justru harus berbahagia menyambutnya. Karena sebagaimana keberadaannya sebagai sebuah anugerah, melawannya bisa jadi memberikan label ke kita sebagai manusia ingkar nikmat.

Nikmatilah cinta selayaknya anugerah-anugerah lain. Karena menikmatinya secara positif, bisa bermakna sebuah wujud kesyukuran juga. Tabiat manusia yang cenderung cinta kepada harta benda, perhiasan pun sebuah anugerah. Wajib menikmatinya, yang tentu di jalan yang benar.

Seorang suami misalnya, punya rasa cinta ke selain istri, pun sebuah anugerah. Tapi jangan kebakaran jenggot dulu. Karena cinta jenis ini, ada kekompleksan batasan norma agama dan etika budaya yang mengaturnya. Walaupun demikian, tetap tidak menggugurkan wujudnya sebagai sebuah anugerah, yang sah-sah saja untuk dinikmati, tentu sepanjang masih dalam koridor bisa dipertanggung jawabkan ke diri sendiri, orang-orang di sekitar, dan lingkungan secara luas, termasuk Yang Maha Memberikan rasa itu sendiri.

Bagaimana dengan anda? Mampukah menikmati cinta selayaknya sebuah anugerah dalam kehidupan anda? Jawabannya kembali ke diri anda sendiri, dan sayapun akan berusaha menikmati anugerah cinta yang telah dikucurkan oleh-Nya. (af@jkt, 20 Pebruari 207)

HermanLaja.COM