Resepsi Petinggi Awari

Janji datang jam sepuluh
waktu dimaksud sudah lama berlalu
Sepatah kata kabar pun tak nampak
Ku hanya bisa...
Menunggu dan menunggu lagi.
Yang entah sampai kapan.

Untaian kata-kata di atas bukanlah comotan dari bait-bait puisi pujangga ternama. Atau potongan syair lagu penyanyi idola anak muda masa kini. Melainkan keluhan hati menunggu Deen & Eko yang katanya akan ngumpul di rumah jam sepuluh. Kalau Eko sih, aku dah maklum banget. Malah terasa aneh kalo bisa datang tepat waktu. Aku maklum, memang belum tau jalan. Walau itu bukan alasan. Masalahnya, si Neng Ayu, Deen pun jdi ikut-ikutan. Nasib...nasib....!

Akhirnya aku kabur masuk ke kamar, merebahkan badan ini ke bed tempatku mendengkur tiap malam, sambil tetap menunggu. Sesekali lengkingan suara si Farhan dan teman-temannya datang mengusik. Itupun belum mampu menghalangi mataku terpejam secara tidak sengaja. Zzzz......, mulutku kembali mengeluarkan suara gaduh. Sampai akhirnya, kudengar suara pintu kamarku diketok dari luar, "Teman papa dah datang tuh!"

Aku bergegas mengusap mata biar tidak terlalu kelihatan bengkak baru bangun. Tak ketinggalan sekeliling mulut aku cek, jangan-jangan ada iler yang berani nempel. Lalu bergegas keluar kamar. Dari jauh dah keliatan Deen ama Eko duduk di sofa ruang tamu, tanpa sedikitpun keliatan raut muka bersalah. Bahkan dah duduk antem kek nyante di rumah sendiri.

Tapi, selintas keliatan, Eko tambah gagah, dan Deen-pun tambah ayu. Kenapa yah? Kalau dibilang jangan-jangan karena Eko-nya sendiri ntar lagi akan 'Nyunnah', ikut PiwinG, bisa jadi bener. Namun tatkala alam pikir beralih ke obyek yang satunya lagi, Deen, aku jadi tidak yakin dengan asumsiku sendiri bahwa mendekati nyunnah akan makin gagah . Buktinya, Deen masih lagi berpetualang mencari 'potongan' cowo terbaik, alias masih jomblo, tapi tetap saja keliatan tambah ayu. Nah loh..., tanya ken apa? Yah..., ken apa.(gak penting)

Sambil ngisi waktu, agar pas nyampe di resepsian-nya PiwinG, langsung nyerbu urusan perut, gak pake nunggu-nunggu lagi, perbincangan pun mulai melebar sana-sini. Dari hal kerjaannya masing-masing, linux, programming, jualan tinta, bahkan jualan panci keliling kampung, hingga laporan singkatku terhadap apa yang aku lihat, apa yang aku rasakan, apa yang aku cium, denger, omongin pas ketemu ama Blogger Makassar beberapa waktu yang lalu. Bahkan sampai 'Pengumuman' rencana wisudahan Eko dari kampus perjombloan. Terlihat mata Deen berkaca-kaca merasa kalah untuk yang kesekian kalinya, hingga aku datang menghibur, "tenang..., masih panjang perjalanan hidup, Deen!" Kan...! Kopdar pun aku banyakan gak ngerti ngelantur tiada karuan.

Wah... kacau..., koq bunga-bunga kata awalnya kepanjangan kek gini sih? Ntar intinya, resepsi PiwinG gak kebagian jatah nih.

OK babee.., kita kembali ke laptop deh.(sebetulnya aku tuh males banget niru-niru si tukul, tp dah terlanjur).
Akhirnya kita bertiga, aku, Eko, Deen, cabut menuju Mesjid Raya Pondok Indah, tempat PiwinG menjadi raja sehari. Doh..., sekedar info, gara-gara keasyikan ngobrol, sampe lupa waktu, dah mau terlambat.

Setelah sampai di TKP, dengan tetap berpegang teguh pada strategi awal sebelum berangkat, kamipun langsung bergerilya. Malah dah gak sempat merhatiin apa bener yang nganten di situ PiwinG atau bukan. Yang penting tancap gas aja dulu dah. Urusan konfirmasi medan, tepat sasaran apa meleset, urusan belakangan. Haraf maklum, waktu dah tersisa sedikit. Semua diam, asyik mendengarkan bunyi mulut yang krusuh-krisih sibuk mengunyah, hingga perut dan mata sudah merasa puas.

Karena dah merasa aman, kampung tengah dah terisi, aku memberanikan diri men-konfirmasi benar tidaknya yang punya gawe itu PiwinG. Dengan data yang sangat serba terbatas, aku menghampiri 'arena'. Dan keknya memang kami gak salah kamar. Wong gak ada yang pernah ketemu langsung ama PiwinG koq. Cuman nerka-nerka dari data yang sangat terbatas itu. Coba dibayangin, fotonya di arsif AM aja cuman nampak mata doang. Itupun dah dimanipulasi dengan warna-warni gak begitu penting yang justru membuat lebih susah untuk dikenali. Susah kan? (Hehehe...., kesempatan mem-protes PiwinG. Kapan lagi...! Maaf Pak yah!)

Kitapun ikutan ngantri untuk sekedar bisa bersalaman dengan "Sang Raja & Permaisuri". Deen paling depan, sekalian kebagian tugas, membisiki PiwinG, "AM Pak!". Dan perfect, pesan itu tersampaikan dengan sempurna. PiwinG cuman bisa tersenyum-senyum, karena itu memang hukumnya fardhu 'ain menebar senyum bila dalam posisi seperti itu. Yang pasti, kita dah berhasil salaman dengan Petinggi Awari beserta istrinya sekaligus. :)

Oh iya...., tunggu dulu! Nawir mana? Iyah, Nawir yang katanya akan ikut bergabung warga AM van Jakarta di TKP, belon muncul-muncul juga. Padahal ruangan dah mulai diberes-beresin. Undangan sebagian besar dah pulang, baru Nawir datang. Masing-masing memperkenalkan diri ala kopdar, lalu merengsek mendekati Nganten yang masih sibuk foto-foto ama keluarga. Soalnya, kopdar tanpa foto katanya seperti asam tanpa garam, eh.. maksudnya seperti sayur asem tanpa daun melinjo. Kurang afdhol kata orang timur tengah sana. Tapi ternyata, seperti apa yang sering aku omongin, tidak ada usaha yang sia-sia, dewi fortuna berpihak ke AM. PiwinG, ditengah kesibukannya melayani keluarga yang pengen foto bareng, melirik ke Deen, sambil memberi kode, 'Yuk, sini kita foto juga!' PiwinG, Ibu Chusnul(Abis panggilannya gak tau, Bang!), Thank you! Makasih!, Gracias!, Arigatou! Abrigado!(Biarin spell-nya salah).

Bak pasukan cakrabirawa yang dapat komando dari atasan, semua kompak menyerbu, sampai yang duluan antri aja kek mau ditabrak. "Sabar...sabar...., semua dapat giliran!", Kalee dah ada yang nyindir kek gitu. :) Dan blizst..! Nganten terabadikan di kamera kesayanganku diapit oleh AM-ers van Jakarta. "Ini yang utama", gumanku setengah bersuara, yang spontan di-amin-i oleh PiwinG.

Perut dah kenyang, kecuali Nawir yang datang terlambat. Bisa ketemu ama piwinG, dah ngambil gambar bareng pula. Apalagi yang kurang? Selain Nawir yang tetap gak dapet makan?(tetap nyinggung, maaf yah!) Iyah...., Sholat yuks, baru pulang!

Akhirnya, kami pulang bersama, dan di tengah jalan Nawir turun, kita misah. Soalnya kalo ke pasar minggu dulu, terlalu jauh mutarnya cess! Di Jatibening, akupun pamitan sama Deen dan Eko. Sebuah kegiatan AM-ers van Jakarta pun usai. Deen, Eko..., Hati-hati di jalan! Sampai ketemu lagi di lain waktu! (@ef, 17 Juni 2007)

HermanLaja.COM