Siapapun tidak ada yang setuju akan keberadaan teroris, baik sebagai organisasi, maupun individu. Bukankah aksi teror memberikan rasa tidak tenang, aman dalam beraktifitas, menjalani kehidupan sehari-hari. Sementara rasa aman sendiri adalah dambaan setiap umat manusia, dari ras manapun, dari strata kehidupan manapun dia berasal?
Tulisan ini terinspirasi oleh kolom Budiarto Shambazy yang dimuat di harian kompas edisi 30 Juni 2007 lalu. Tulisan yang bertemakan terorisme itu, tertata apik, sebagaimana tulisan-tulisannya yang lain. Sungguh enak dibaca, dan terkesan bijak dalam pemaparan.
Dari tulisan itu, saya diingatkan kembali kata-kata Bill Clinton, bahwa terorisme lahir akibat kemiskinan. Pendapat itu ada benarnya dan saya bisa memaklumi ke-percaya-an seorang Budiarto Shambazy akan pendapat mantan presiden Amerika Serikat itu. Namun kenapa, tatkala diucapkan oleh pimpinan negara yang secara sepihak mengklaim dirinya polisi dunia, di telingaku justru itu kedengaran bernada pembenaran.
Apa Itu Terorisme?
Terorisme sendiri sampai detik ini, belum terdefinisikan secara baku yang bisa diterima hitam-putih-nya oleh semua kalangan. Masing-masing dengan asumsinya masing-masing, yang sudah barang tentu tidak bisa dipisahkan dari sudut pandang mana masing-masing orang memandang. Belum lagi kalau ditambah oleh unsur-unsur kepentingan golongan dan individu, akan makin susahlah untuk menyatukan persepsi.
Siapa Teroris?
Kalau pelaku serangan terkoordinasi yang bisa membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat, terorisme paling besar dan kuat adalah negara Amerika Serikat. Sungguh benar pengakuan seorang Noam Chomsky, bahwa Amerika Serikat lah negara teroris(state terorism) terbesar. Tidak ada apa-apanya Al Qa'idah. Kalau pun tindakannya telah dimaklumi oleh mayoritas negara-negara di dunia, masih tetap tidak bisa dijadikan alasan pembenaran, sepanjang hukum rimba masih berlaku di jagat ini, yang mana si singa bisa berbuat seenaknya.
Kalau mereka yang merenggut nyawa penduduk sipil yang di-cap sebagai teroris, lalu siapa yang paling banyak menggunakan senjata super canggih untuk menghancurkan bukan cuman wanita, orang tua, dan anak-anak, namun segala yang hidup di lingkungan itu.
Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, dulu juga adalah seorang "teroris". Demikian juga Yasser Arafat yang sudah almarhum itu. Mereka melihat ketidak-adil-an yang diderita bangsanya masing-masing. Ujung-ujunganya, malah mereka menggaet piala nobel. Itu semua sebetulnya cuman sudut pandang yang bergeser yang mengakibatkan warna sebuah benda berubah total 180 derajat.
Di dalam negeri dulu ada banyak "teroris" buat sang kompeni. Walau kalau sudut pandang itu dibalik, justru masyarakat pribumi menganggapnya sebagai seorang "hero".
Jadi? Bisa jadi besok-besok Osama Bin Laden malah mendapatkan piala yang nilainya jauh lebih tinggi dari sekedar piala Nobel. Wong dari klaim mereka, garapan dia bukan lagi tingkat negara, tapi secara universal.
Ini sekedar ungkapan yang kedengaran sangat hiperbolik, namun minimal bisa diambil pelajaran betapa tipisnya membran pembatas antara "baik" dan "buruk" sepanjang tidak ada acuan yang absolut.
Asal Sebuah Terorisme
Apa benar, bahwa kemiskinanlah pemicu terorisme? Saya setuju sepenuhnya pendapat ini. Di kampung sana, kehidupan miskin, tapi semua warga bisa hidup rukun, tanpa adanya aksi teror atau semacamnya. Ini contoh sederhana yang mungkin bisa membuka nalar kita untuk berpikir.
Saya lebih cenderung melihat bahwa ketidak-adilan lah yang menjadi pemicu utama terorisme. Akan tetapi, pembawa agenda terorisme di tingkat dunia, adalah mereka-mereka yang cenderung diuntungkan dari "ketidak-adilan" itu, jadinya selalu mengelak dari alasan tersebut. Makanya, rapat sesama pemimpin mereka saja harus sembunyi-sembunyi, atau minimal di blok sama tenaga intelijen dan keamanan yang berlapis-lapis. Mau membahas agenda kebaikan koq ketakutan!
Jadi kembali ke tema awal, bahwa di samping siapa "teroris", juga terhadap pelabelan ini turut punya andil adalah, siapa yang melihat. Dari sudut pandang mana kita berada. Jawabannya bisa berbeda-beda, dan perbedaan itu kadang akan dibuktikan dengan bergesernya waktu dan berubahnya situasi serta keadaan manusia-manusia penghuni bumi ini. Dan yang pasti, bukan kemiskinan penyebab utama munculnya terorisme, melainkan ketidak-adilan, yang kadang tidak kita sadari bilamana berada di posisi "menzalimi". (@ef, 2 July 2007)