Saya pernah tertawa mendengar komentar teman terhadap management perusahaan teman yang lain. Beliau menjuluki manajemen-nya MBA, Management By Angry. Tapi kenyataaannya memang begitu. Walau mungkin karena orangnya sendiri berdarah Makassar, kata-kata dan perintahnya pun cenderung kasar. Karyawan memang takut dan mengikuti perintahnya tanpa ba bi bu. Namun dilain sisi, karyawanpun gampang cabut karena merasa tidak betah terhadap sistem manajemen perusahaan tersebut.
Manajemen modern, tidak lagi menganut asas atasan-bawahan, yang mana atasan apapun alasannya harus benar. Dan bawahan, apapun alasannya harus mengikuti titah sang atasan. Kadang sang manager atau atasan, menganggap bahwa penerapan sistem itu mengatas namakan demi kinerja. Anggapan ini sebenarnya sudah tidak zamannya lagi untuk diterapkan di lingkungan kerja saat ini.
Kinerja ditingkatkan bukan lagi dengan cara ancaman, bujukan, atau bahkan berupa intimidasi. Untuk jangka waktu sesaat, bisa jadi ini sangat efektif. Namun dibalik itu, berpeluangbisa jadi akan tertuai belakangan.
Memperbaiki kinerja, butuh perencanaan yang matang, karena yang dihadapi adalah manusia-manusia yang tingkat kepribadiannya bermacam-macam. Ada beberapa kesalahan besar seorang manager dalam usaha meningkatkan kinerja bawahannya.
Komunikasi Satu Arah
Banyak atasan yang pintar menilai, lalu menceramahi bawahan. Membuka kesalahan-kesalahan sang bawahan sehingga tidak bisa memberikan kalimat pembantahan sama sekali. Sekali lagi, ini hanya bisa mempan dalam waktu singkat. Karena memang sifat dasar manusia sepertinya tidak terlalu suka digurui. Menghadapi kesalahan bawahan sebesar apapun, tetap dialog sangat dibutuhkan. Komunikasi satu arah, tidak akan membuahkan hasil yang sesuai dengan apa yang diinginkan. Dan bawahan pun akan merasa senang, bila dilibatkan untuk bicara, termasuk kesalahan fatal yang dilakukan oleh seorang karyawan sekalipun. Dan "judgement" yang tanpa melibatkan orang yang bersangkutan, cenderung hanya berupa praduga, yang masih ada kemungkinan ada faktor lain yang menjadi penyebabnya. Dan tindakan yang hanya berasaskan sebuah praduga, sungguh sangat menakutkan.
Menyalahkan
Seringkali, tatkala menghadapi masalah di kantor, orang ribut mencari siapa yang salah. Dalam keadaan seperti ini, cenderung bawahan yang jadi tumbal kesalahan atasan sekalipun. Bahkan dalam level negara pun, fenomena seperti ini sungguh jelas kelihatan. Yang terbaru, Kasus tarian Wakalele susupan RMS di depan SBY pada peringatan hari Keluarga Nasional di Lapangan Merdeka Ambon. Yang terlihat, semua unsur, justru sibuk mencari siapa yang salah dan harus bertanggung jawab dalam masalah memalukan ini. Organ pemerintah satu menunjuk yang lain, dan demikian seterusnya sehingga kelihatan tidak ada yang yang salah tapi ada kesalahan. Karena cara memandang permasalahan, adalah mencari kesalahannya sendiri. Padahal setelah mendapatkan yang salah, apa akan ada perbaikan? Mungkin untuk interval waktu sesaat, orang akan jera, dan akan terlihat mujarab, tapi tidak untuk kaca mata jauh ke depan.
Kalau mau elegan, semua harus mengaku salah. Dan saling berkoordinasi untuk mencari solusi, agar kesalahan tersebut jadi jelas arah perbaikannya. Karena untuk sebuah perbaikan, bukan "ketahuan" akan siapa yang salah yang utama, tapi bagaimana memecahkan masalah yang ada.
Masa Lalu
Kadang masa lalu banyak berpengaruh pada pribadi seseorang. Sejarah bisa menjadi referensi, tapi sama sekali tidak bisa menjadi tolak ukur dalam menilai sesuatu. Lalu buat apa melihat ke belakang hanya untuk menilai seorang bawahan. Yang utama adalah memfokuskan diri ke depan. Mengungkit hal negatif bawahan di masa lalu, hanya akan membuatnya sakit hati, yang justru bukannya hal positif yang di dapat, malah sebaliknya. Yang utama adalah, bagaimana ke depan. Apa yang bisa diperbuat. Akan tetapi, masih banyak seorang atasan yang terjebak berfokus pada masa lalu, dan bukan sekarang dan akan datang.
Inti daripada hal tersebut diatas adalah perencanaan. Dan membuat perencanaan harus melibatkan semua orang, dan di sini perlu komunikasi dua arah. Perencanaan yang benar akan berfokus pada pencarian solusi, yang tentu bersudut pandang ke masa depan. (@ef, 15 Juli 07)