Bagir Manan & Mafia Peradilan

Nama Bagir Manan, baru bisa melekat di hati ini sejak akhir tahun 2005. Waktu itu, Ketua Mahkamah Agung itu, dipanggil KPK sebagai saksi dalam kasus suap terkait perkara Probo Sutedjo. Beliau dengan angkuhnya menolak panggilan KPK itu dengan alasan harus tau terlebih dahulu materi pemeriksaannya.

Sebagai orang awam, sejak saat itu ada firasat buruk dalam hati, karena seakan-akan lembaga negara yang bernama MA, penegak hukum dan keadilan tertinggi negeri ini, tidak bisa diutak-atik oleh siapapun, menjadi untouchable. Penolakan Bagir Manan untuk tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK, konon dipengaruhi oleh hakim-hakim yang selama ini turut terlibat dengan mafia peradilan. Padahal pada awalnya, beliau sudah dengan tegas menyatakan berkomitmen membersihkan lembaga Mahkamah Agung(MA) dari mafia peradilan. Padahal Muladi, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional(Lemhanas) bahkan meminta Ketua MA Bagir Manan menyatakan non-aktif dan siap diperiksa KPK dan KY.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menangani kasus Probo Soetedjo akhirnya mengadakan sidang pleno untuk memutuskan apakah memanggil ketua MA Bagir Manan sebagai saksi dalam kasus ini atau tidak. Namun, seperti sudah diduga sebelumnya, keputusan tetap memihak kepada Bagir, menolak untuk memanggil Bagir. Hal ini diiringi oleh langkah walk out tiga hakim yang merasa kecewa dengan keputusan tersebut. Padahal kehadiran Bagir diharapkan bisa mengungkap misteri suap Mahkamah Agung.

Kebobrokan di lembaga Mahkamah Agung ini yang mendorong Komisi Yudisial(KY) berniat mengkaji ulang 49 hakim agung. Dan yang paling getol menolak niat KY ini adalah Djoko Sarwoko, Ketua I Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) yang sekaligus bawahan Bagir Manan di Mahkamah Agung. Ikahi tidak terima korps-nya diutak-atik Komisi Yudisial.

Mendengar penolakan itu, Deni Indrayana, Koordinator Indonesia Court Monitoring angkat bicara. "MA dan DPR memang harus dilecehkan, Ini terkait banyaknya calo kasus yang beredar disana, demikian Deni memberikan alasan. Deni bahkan menambahkan bahwa MA sudah dipandang perlu untuk diperbaiki dengan operasi secara caesar, karena penyakit mafia peradilan sudah sangat akut. "Jadi untuk membersihkannya adalah dengan cara-cara yan tidak normal. Dan dibersihkan dari yang atas, karena mereka yang dijadikan contoh," cetusnya.

Dalam suasana ketidak-percayaan masyarakat pada MA, Bagir Manan malah makin bertingkah. Dengan alasan tunggakan perkara di MA masih banyak, Bagir mengeluarkan Surat Keputusan Ketua MA no. KMA/127A/SK/VII/2005 tentang perpanjangan usia pensiun 9 hakim agung. Yang konyol, beliau menandatangani surat perpanjangan usia pensiun dirinya sendiri pada tanggal 18 Juli 2005. Memang perpanjangan usia pensiun Bagir sendiri dihasilkan dari sebuah rapat pleno hakim agung yang dipimpin oleh Mariana Sutadi, namun dengan melihat persekongkolan hakim agung di tubuh lembaga MA, bisalah diterka bahwa itu hanyalah berupa formalitas belaka, intinya mereka akan tetap saling mendukung, praktek mafia peradilan makin berdangsa atau tidak.

Kritikan terhadap kinerja Mahkamah Agung(MA) khususnya Ketua MA Bagir Manan terus mengalir. Bahkan sejumlah LSM mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memecat Bagir. Disamping di tubuh MA sendiri, tertangkapnya panitera PN Jakarta Selatan yang memperjualbelikan keputusan, juga menandakan kegagalan Bagir dalam memimpin lembaga Mahkamah Agung.

Kelihatan sekali Mahkamah Agung dibuat gerah dengan adanya lembaga Komisi Yudisial. Bisa dilihat dari berbagai macam komplik yang terjadi antar kedua lembaga tersebut. Tugas Komisi Yudisial adalah memberantas mafia peradilan. Hal ini yang tidak disukai oleh orang-orang di Mahkamah Agung, sehingga tidak menginginkan adanya lembaga tersebut. Menurut Pakar hukum Tata negara dari Universitas Gadjah Mada yang sekaligus sebagai Direktur Pengawasan Peradilan Indonesia Denny Indrayana, bahwa ada kelompok-kelompok yang tidak ingin pembersihan mafia peradilan. Kelompok-kelompok itulah yang menggalang kekuatan untuk melawan secara 'cerdas' terhadap Komisi Yudisial. Dan perlawanan memang digalang secara terorganisis dan cerdas, tambahnya.

Sepertinya Ikatan Hakim Indonesia(Ikahi) yang diketuai oleh Djoko Sarwoko menjadi penopang Bagir Manan. Djoko Sarwono lah yang selalu tampil di depan tatkala muncul permasalahan yang berhubungan dengan Bagir. Demikian juga yang berhubungan dengan kesan ketidak senangan mereka terhadap Komisi Yudisial. Bahkan awal tahun 2007 yang lalu, Djoko mengusulkan agar Komisi Yudisial merupakan bagian dari Mahkamah Agung, sehingga pimpinan Komisi Yudisial dipegang oleh ketua Mahkamah Agung. Tingkat ketidak senangan lembaga Mahkamah Agung kepada Komisi Yudisial sangat jelas nampak ketika baru-baru ini Komisi Yudisial berniat memberikan penghargaan kepada hakim berprestasi. Bagir Manan yang ketua MA langsung menyampaikan penolakannya.

Ketika Bagir Manan terpilih lagi untuk periode kedua sebagai ketua Mahkamah Agung, dianggap pengamat sebagai sebuah sandiwara satu babak oleh Bagir. 44 Hakim agung yang memilih Bagir dinilai hanya ingin mempertahankan status quo. Hal ini yang membuat banyak kalangan merasa pesimis bahwa pembasmian mafia peradilan gagal total.

Yang terbaru, selain pengakuan Pollycarpus bahwa Bagir adalah "orang kita", ada berita penting lain lagi menyangkut Bagir Manan selaku ketua Mahkamah Agung. "Kita sedang mengajukan perubahan UU MA, siapa tahu jadi seumur hidup. Jadi Pak Bagir tidak perlu perpanjang-panjang lagi," Ujar ketua MA Bagir Manan terkait masalah usulannya agar jabatan hakim agung diemban seumur hidup.

Sebagai orang awam, saya tidak bisa ngomong apa-apa lagi, selain merenung tentang besok, kira-kira manufer apa lagi yang akan dikeluarkan oleh para ahli hukum di MA sana. Karena langkah yang diambil selama ini sudah terlalu kekanak-kanakan dan transparan, pengen orang-orang mereka bebas berbuat apa saja. Saya secara pribadi lebih cenderung bisa menerima pendapat beberapa kalangan, bahwa lembaga peradilan kita tidak ada jalan lain selain merombaknya secara total. Orang-orangnya dirombak secara total, mulai dari pimpinan tertinggi. Saya pun yakin hal tersebut tidak masuk di akal, namun minimal itu sebagai suatu pertanda bahwa sudah hampir tidak ada unsur kepercayaan terhadap lembaga negara yang bertugas untuk menegakkan keadilan ini. Dan jujur, saya serasa selalu ingin muntah bila melihat muka Bagir Manan di televisi. (@ef, 20080824)

HermanLaja.COM