Nakke Bisa Berlogat Dong!

Saya sedikit terkejut, tatkala seorang saudara bercerita, "anak ta itu kalo dah dari Jakarta, belagu banget berlogat ibukota kalo bicara". "Iyah kah?", saya sedikit tidak percaya.

Hana, demikian nama panggilan sang putri tersayang yang baru berusia 3 tahun lebih itu. Beraninya minta ampun. Tidak ada yg ditakuti. Tatkala ada prilakunya yang kurang saya sukai, dan secara refleks saya beraksi pertanda marah, reaksinya benar2 menakutkan dengan lirikan tajam matanya yg bulat, sambil mengepalkan tinjunya, seakan menantang. Bahkan sampai si Farhan pun kadang 'takut' menghadapinya.

Iseng-iseng, saya menelpon lewat nomor HP mamie, nama panggilan Rahmi yang mengasuhnya, dan minta Hana yg bicara. "Hana sudah makan belum?", demikian kira2 sapaan pertamaku, layaknya seorang orang tua sama anak balitanya. Spontan dia menjawab, "Nakke kan sekarang lagi makan". "Lagi makan nasi?", sambungku. "Nggak, lagi makan poteto chips", balasnya dengan nada lugu. Sayapun menasehatinya agar makan nasi, namun refleks dijawab, "malas akh...makan nasi".

Ternyata bener, si Hana sudah 'jago' berlogat. Padahal kalau ke Jakarta, paling hanya sekitar 2-3 mingguan. Dan kelihatan sekali, dia berlogat dengan perasaan bangga, soq anak kota. Padahal sehari-hari tinggal di desa terpencil yang sinyal GSM pun belum sepenuhnya ter-cover. Saya sendiri sampai kaget. Dan bukan cuman itu, kekagetan saya bercampur dengan rasa geli, mendengar kalimat dengan kata-kata semacam"akh..., dong..., nggak", tapi tetap dalam intonasi bahasa Selayar. Bahkan dalam logat Jakarte-nya, kadang terselip kata-kata bahasa Selayar. Hana....hana...., sini aku cium akh...!

Lain Hana, lain juga dengan ulah si Farhan. Mendengar perbincangan tentang Hana yang latah berbicara pakai logat, dia pun tidak mau ketinggalan. Mungkin dalam hatinya berguman, "adik saya saja bisa, kenapa saya tidak. Malu dong sebagai seorang kakak".

Tatkala mama-nya datang, giliran Farhan yang 'berulah'. Secara diam-diam dia dengarkan intonasi ala bahasa Selayar dari Mamanya. Dan mulai praktek ke kakak Intan-nya. Mungkin setelah agak PD, baru dia mencoba show force sama papa-nya.

Sayapun jadi tertawa cengengesan dibuatnya. Mulailah dia memperlihatkan kelihaiannya bermanja-manja ke mamanya, berbicara dengan intonasi logat Makassar(selayar). Benar-benar kedengaran lucu.

Dan anehnya, dia seakan berbangga menggunakan logat itu kepada teman-teman mainnya yang rata-rata anak Betawi. Yang aneh, pemakaian 'ki', 'ji', 'mi'-nya yang nyampur-aduk, tidak pada tempatnya. "Main game ki dulu saya nah papa, abis itu baru ngerjain PR". Setelah saya 'protes' bilang, pemakaiannya salah, dia bersiap-siap dengan jurus barunya, mengganti 'ki' jadi 'pi', demikian seterusnya.

Tatkala saya protes, "Gak usah berlogat Makassar kalo gak tau penempatannya deh", dia pun berusaha menggantinya sesuai tambahan2 kata lain yg pernah dia dengar. "Main game ji dulu". Saya pun menimpali, "salah tuh". Langsung diganti lagi, "main game ji". Capek deh...., gak ada yang benar.

"Biar mi papa. Asal saya bisa bahasa Makassar". Kali ini pemakaiannya sudah lumayan benar., tapi sayang bahasa Indonesia yg berlogat Makassar, dia kira bahasa Makassar. Dan yang pasti, dia bangga dengan itu semua. Yare....yare...., ii zou Farhan kun! (AF, 07 Januari 2007)

HermanLaja.COM