Jatuh Cinta Lagi....

Hari itu hari minggu. Saya masih tertidur pulas di kamar setelah sebelumnya terbangun sekitar 2 jam-an. Tiba-tiba Handphone berdering. Perlahan-lahan mataku yang masih berat aku buka, dan ketika melirik ke jam dinding, jarum pendek pas di angka delapan, sementara jarum panjang bertengger tepat di angka 12. "Masih jam delapan. Siapa yang nelpon pagi-pagi gini yah", pikirku dalam hati sambil meraih handphone yang saya letakkan di atas meja samping tempat tidurku.

"Halloooo.....". Terdengar suara anak kecil dari seberang sana. Saya sudah sangat familiar dengan suara itu. Ternyata Hana, putri saya yang sementara tinggal di kampung, pengen berbicara denganku. Belum lagi saya sempat membalas sapaannya, dia pun mulai berkicau.
"Halo papa....."
"Papaaaa......, dimana ko?" Dia memang belum bisa membedakan pemakaian 'ko' dengan 'ki'.
"Halo Hanaa...", jawabku singkat.
"Paaaaaaa....", Dia mulai berteriak.
"Iyah..., sudah makan?", aku mulai bertanya.
"Sudah tadi"
Baru saja saya bilang, "oh gitu", langsung kembali dia berteriak,"Paaaaaaa.....".
"ada apa Hana?", jawabku pelan.
Tiba-tiba dengan suara setengah berbisik dia ngomong pelan-pelan, "Minta duit Pa".
Mendengar permintaannya itu, ditambah dengan "keseriusannya", tawaku tiada bisa kutahan. Aku ngakak bak icon ketawa guling-guling-nya YM.
Dia berteriak lagi, "Paaaaa......". Lalu intonasinya perlahan-lahan melemah, "Minta duit kodong".
Saat aku menanyakan, duit buat apa, kembali dengan suara pelan dia berucap, "Buat jajan di Sekolah".

Dalam hati aku tersenyum sejenak.
Dengan suara seengah berbisik, aku bilang kepadanya agar minta sama mama.
"Mama nda' punya duit"
Kembali saya melemparkan suara setengah berbisik,"Banyak ji duitnya itu mama. Minta meki"

Hana yang belum cukup berumur 4 tahun itu, memang bangga sekali dengan statusnya sebagai 'anak sekolahan'. Kemarin pas jalan-jalan ke Jakarta saja, sampai membawa baju seragam sekolahnya, hanya sekedar mau pamer sama Farhan, serta teman-temannya, bahwa dia sudah bersekolah, tepatnya masuk play group.

Lalu, saya teringat percakapan kami via telpon beberapa minggu sebelumnya. Si Hana yang keras kepala itu dengan bangga pameran ke bapaknya hapalan surat Al Fatihah-nya. Sebetulnya kurang jelas terdengar di telpon, apalagi cara pengucapannya juga yang relatif terburu-buru, namun bisalah sedikit tertangkap apa yang sedang dia ucapkan. Saya bisa membayangkan bagaimana tingkahnya, begitu bangga saya puji, "Wuiiihhh..., Hana pinter banget yah?". Dia jawab sambil tertawa, "Ho oh".

Saya berniat memancingnya lagi, menanyakan tentang sekolahnya, biar terhindar dari topik "Minta uang jajan".
"Hana belajar apa dong di sekolahan?", Tanyaku yang langsung dijawab,'Nyanyi'.
Dia kelihatan mulai bersemangat 'pameran'.
"Iyah pa..., saya sudah pintar menyanyi", katanya bangga dengan logat Selayarnya yang kental.
"Iyah? Hebat dong", ujarku.

Tanpa diberi aba-aba, Hana dah mulai menunjukkan kebolehannya, menyanyi.
jatuh cinta lagi
lagi-lagi ku jatuh cinta
aku jatuh cinta kepada setiap wanita

Spontan saya kaget, dan langsung memotong,"Busyet dah, nyanyinya kek gituan".
"Emang di sekolahan diajari nyanyian itu?", tanyaku.
Namun ternyata Hana lebih bergairah untuk meneruskan nyanyiannya.
jatuh cinta lagi
lagi-lagi ku jatuh cinta
harus bagaimana ku ingin memikirkannya

"Sudah...sudah....", kataku dengan suara agak keras.
"Hanaa...., Kalau mau nyanyi, nyanyian di sekolahan aja", pintahku. Dan diapun berhenti bernyanyi.

Dalam hati saya berpikir, anak sekecil ini aja sudah mahir nyanyi nyanyian jatuh cinta, terlepas itu dia mengerti apa tidak. Yang pasti...., lagu-lagu yang tiap hari secara sepihak banyak masuk di telinga mereka lewat media televisi adalah lagu-lagu orang dewasa, yang temanya hampir tidak pernah jauh dari cinta-cinta-an. Wajar kalau anak kecil seusia Hana yang notabene tinggal di desa-pun jauh lebih mahir dengan lagu-lagu itu. Sama dengan Farhan, yang sebelum saya tau, sudah hampir hafal lagu, "kamu ketahuan"-nya Matta.

Itu salah satu bukti betapa besarnya pengaruh media elektronik di tengah-tengah kehidupan kita. Maka tatkala isinya mayoritas berisi acara yang kurang mendidik, generasi anak-anak-pun akan terseret kepadanya. Artinya..., seandainya informasi yang dialirkan oleh media itu mayoritas hal yang mendidik, pasti anak-anak kita-pun akan secara otomatis terpengaruh olehnya, dan tidak oleh unjuk kebolehan berdendang ala "jatuh cinta lagi....".(AF@Jkt, 20080210)

HermanLaja.COM