UMI Juga Bisa

Sudah beberapa minggu saya digerogoti ama pekerjaan yang menumpuk. Di kantor, di rumah, bahkan sampai di jalan. Waktu terasa begitu tidak mencukupi untuk bisa beraktifitas normal. Blog ini pun jadi jarang disentuh, seperti tak berpenghuni.

Kalau sekarang? Dan lumayan bisa bernafas? Gak dikejar-kejar ama tugas lagi?
Jawabannya tetap "masih". Hanya saja, tadi pagi saya mendapatkan kiriman email dari seorang teman, yang isinya sungguh membuat hati ini meringis. Dada ini serasa sesak dibuatnya. Istilah kerennya, saya benar-benar speechless.

Saya kembali mengingat "jeritan hati" saya, juga di blog ini, "Tawuran Sebuah Tradisi Mahasiswa Unhas". Atau, "Tawuran, Kini Giliran UNM". Dan sekarang UMI(Universitas Muslim Indonesia) yang membuat ulah. Dan ternyata eskalasi ke-sadis-an nya makin meninggi. Kemana arah kita akan melangkah, kemana masa depan ini akan digantungkan, bila anak muda yang tentu merasa bangga sebagai cendekia-cendekia ini saja sudah ber-moral seperti ini. Padahal heboh IPDN masih bergejolak. Luka para korban masih dalam tahap basah-basah-nya.

Saya bener-bener kehilangan kata-kata. Berikut, isi mail yang beredar itu.
Silakan anda menilai sendiri. Moral...., kemana engkau pergi? Hhhhh......!

--------
PERGURUAN TINGGI YANG SADIS DAN BRUTAL

Tadi pagi Selasa 24 April 2007, Prof Mappadjantji dosen FMIPPA Universitas Hasanuddin yang sedang dirawat di ICCU RSU Wahidin Makassar karena serangan jantung, menjalankan kewajiban sebagai anak yang harus melayat mertuanya Prof. Syamsi Lili yang jenasahnya disemayamkan di Jl Kartini. Prof MA izin keluar ICCU dilengkapi dengan botol infus dan diantar oleh seorang suster.

Dalam perjalanan kembali ke RSU Wahidin sepulang melayat, kendaraan mereka yang melintas di jalan Urip Sumoharjo dilarang lewat oleh mahasiswa Universitas Muslim Indonesia yang sedang demo. Walaupun Prof MA sudah memperlihatkan kondisinya yang darurat lengkap dengan selang infus dan seorang suster yang mendampingi, mereka tetap tidak diizinkan lewat.

Putri Prof MA, Vita yang menyetir kendaraan mengikuti keinginan mahasiswa untuk masuk ke jalur angkutan kota pete-pete. Di mulut pintu keluar, jalan mereka ditutup dan diwajibkan memutar haluan kembali ke kota. Melihat kondisi tersebut, putra Prof MA, Bayu memindahkan kayu penghalang agar bisa lewat karena ayahnya harus sesegera mungkin masuk ICCU kembali. Bayu kemudian dikeroyok hingga babak belur oleh mahasiswa UMI, bahkan ketika sudah masuk ke mobil, Bayu ditarik kakinya dipaksa turun untuk dihajar lagi. Melihat putranya babak belur, Prof MA melupakan kondisinya penyakitnya, dan bergegas menolong anaknya dengan melawan para mahasiswa yang brutal ini. Para mahasiswa tidak lagi mempedulikan bahwa Prof MA adalah pasien emergency, beramai-ramai menyerang termasuk menarik kacamata yang dipakai. Mahasiswa UMI berhenti menyerang ketika Prof MA berhasil menangkap salah satu pimpinan mahasiswa.

Kejadian yang dialami Prof MA adalah satu dari sekian banyak kejadian yang dialami pasien-pasien dengan ambulans yang membutuhkan pertolongan darurat menuju RSU Wahidin diantara jadwal demo UMI yang tiada henti. Begitu banyaknya, sehingga membuat kita bosan untuk membicarakan perilaku yang sangat tidak manusiawi ini. Inikah perguruan tinggi yang menyebut dirinya Muslim, yang tidak punya kepedulian terhadap orang yang sakit parah. Tidak pernah ada perhatian apalagi rasa bersalah atau menyesal dari institusi mereka, bahkan dari polisi yang selalu ketakutan tidak berani membela kepentingan orang yang nyawanya berkejaran dengan waktu.-

wass,
Triyatni

Posting Terkait:
- Demonstrasi mahasiswa UMI, MEMALUKAN!
- Sensifitas
- Mahasiswa? Really?
- Miris ma kondisi Mahasiswa Makassar
- UMI menunjukkan kebodohan nya lagi
- Perguruan Tinggi yang Sadis dan Brutal
- Di Mana Kepekaan Kita
- Putra Prof Mappadjantji Dikeroyok di Depan UMI (from Tribun Timur)

HermanLaja.COM